24 June 2014

Hypnobirthing Experience: Melahirkan Penuh Senyuman

Sudah lama banget ga post di sini. Padahal ada banyak hal yang ingin saya share dengan semuanya 😊

Jika di post sebelumnya saya sudah share tentang teori hypnobirthing, maka sekarang saya mau share pengalaman saya sendiri 😉


Ketika memasuki usia kehamilan ke-7 bulan, saya mulai intens check up dan mengikuti kelas hypnobirthing di RB Ngesti Widodo. Tetapi utk USG saya hanya 1x selama hamil karena saya terngiang dengan suatu artikel yang mengatakan kalau USG itu bagi si janin seperti kita berada di pabrik pada waktu jam kerja. Bisiiiiing sekali. Itu utk USG yg 3D biasa. Bayangkan jika kita USG 4G. Tingkat kebisingannya tentu saja semakin tinggi. Itulah alasan kenapa dokter dan bidan saya selalu menyarankan utk tidak terlalu sering USG jika kondisi janin normal dan sehat..

Waktu itu sebelum saya ikut kelas hypnobirthing, saya check up di Dokter Edy (RB Ngesti Widodo). Alhamdulillah semuanya normal dan bagus tetapi posisi janin kepala masih di atas. Saya disarankan sering sujud.

Kemudian ada kelas hypnobirthing (karena kelas ini direkomendasikan untuk usia kehamilan minimal 7 bulan, walaupun sebelum usia itu juga boleh-boleh aja). Kelas hypnobirthing ini dipimpin oleh Bu Naning yang memang sudah hafal sejarah kesehatan kehamilanku (dimana hamil kayak ga hamil. Makan apa saja masuk. Muntah cuma sekali karena belum tahu kalo hamil dan minum soft drink di resto fastfood 😞). Di kelas ini diajarkan semua teori, seperti:

  1. Mengatur aura tubuh agar senantiasa berwarna hijau (adem), tidak "panasan"/ emosian. Karena emosi dan aura si Ibu akan berpengaruh pada sifat si kecil. Selain itu, ketika kita "adem", masa kehamilan juga lebih mudah dan nyaman.
  2. Diajarin bagaimana caranya pijat untuk mengeluarkan endorphine untuk meminimalisir rasa nyeri dan sakit. Pijat ini dilakukan oleh suami. Enaaaaak bangettt 😍
  3. Diajarin cara pijat (aduh lupa namanya). Pokoknya fungsinya untuk menghindari robekan.
  4. Diajarin gerakan pelvic rocking untuk meminimalisir nyeri dan mempercepat pembukaan ketika mulai kontraksi menjelang kelahiran.
  5. Cara mengejan yang benar.
  6. Cara pernafasan perut ketika terjadi kontraksi.
  7. Diajarin cara komunikasi dengan janin.
  8. Dan berbagai macam teori dan praktek selama mempersiapkan dan selama kelahiran.

Nah pengalaman saya pribadi sempat bikin keluarga dan teman-teman wondering. Hehehee. Soalnya pas saya masuk 8 bulan posisi janin masih menghadap ke atas. Saya juga mulai mendengar gosip bahwa wanita yang minus lebih dari 3 tidak bisa melahirkan normal. Tapi mengenai hal ini saya diyakinkan oleh Bidan saya kalau itu tidak benar. Jika kita rileks dan mengejannya benar, maka resiko retina pecah tidak akan terjadi dan bisa melahirkan dengan normal. Intinya, yakinkan diri kita! Kita pasti bisa melahirkan normal!

Nah masalah berikutnya yang dikhawatirkan Bidan saya adalah tinggi badan saya yang cuma 150 cm dan dikhawatirkan panggul kecil sehingga kemungkinan melahirkan normal agak kecil. Bu Naning akhirnya menjadwalkan pertemuan saya dengan Dokter Edi 2 hari berikutnya untuk mencari second opinion. Jujur saya pun mulai berkurang kepedean saya. Saya akhirnya banyakin berdo'a, sujud, jalan-jalan, dan berkomunikasi dengan janin saya. Saya selalu bilang si adek untuk bantu Bunda melahirkan dengan cepat, normal dan nyaman. Saya ulang-ulang terus setiap saya senggang.

Hari H ketika harusnya saya ketemu dengan Dokter Edy justru jadi hari kelahiran jagoan saya 😍


Satu hari sebelumnya saya mulai kerasa sebentar lagi sepertinya si jagoan lahir. Saya sering-sering sujud, pelvic rocking dan jalan-jalan di sekitar rumah. Suami pun siap siaga memijat dengan pijatan endorphine di punggung bagian bawah.
Siang hari, saya bilang suami “Kalau ga nanti malam mungkin besok lahir, Mas”
Saya dan suami pun nyiap-nyiapin apa saja yang akan saya bawa ke Rumah Bersalin.

Masuk malam hari, kontraksi semakin intens dan suami siap nyuapin saya yang mulai malas makan serta mijitin. Jam 7 malam saya sudah tidur, bangun cuma pas kontraksi. Jam 00.00 saya bangun lagi dan ngecek apa sudah keluar lendir atau belum, ternyata belum dan saya tidur lagi.

Jam 03.30 saya bangunkan suami karena sudah keluar lendir. Suami langsung panggil taksi dan kami meluncur ke Rumah Bersalin Ngesti Widodo yang jaraknya 30 menit dari rumah kami.

Sampai Rumah Bersalin diperiksa dan katanya sudah bukaan 4. Saya tiduran miring kiri sambil dipijit endophine oleh perawat sana. Dan saya pun tidur. Serius, rasanya nyaman banget di sana diputerin lagu instrumental dan aromateraphy. Bangun cuma tiap kontraksi dan ambil nafas perut. Suami ijin boleh engga dia pulang sebentar, saya bilang boleh karena saya mau tidur dulu. Kemungkinan siang baru lahir.

Ternyata eh ternyata pas jam 7.45 WIB saya dibangunin Bu Naning dan dikasih tahu kalau sudah saatnya lahiran. Bu Naning pun tersenyum bahagia lihat saya tidur pulas “Wah rileks sekali ya, Ibu” katanya sumringah.

Begitu saya siap dengan posisi melahirkan, tinggal nunggu kontraksi dan akhirnya 3 kali mengejan langsung lahir. Alhamdulillah.

Waktu itu suami masih belum sampai Rumah Bersalin jadi saya lahiran sendirian bersama perawat dan Bu Naning. Ga ada 5 menit lahir suami saya datang dan kaget kok cepet banget. Hehee, pas IMD dan saya dijahit pun sempat-sempatnya saya, suami dan Bu Naning guyon “Bu, gimana ini Bu, saya sudah ditodong bikin anak 4 nih, Bu” kata suami. ^_^

Dan ini dia jagoan saya.

Haidar Shaqueel Kencana

BB: 3,1 kg dan PB: 49 cm.


Shaqueel 1 bulan


Shaqueel sama Bunda


Shaqueel sama Ayah