Hampir setahun anak lanang sekolah di sini. Mbah dan Eyangnya bisa lihat perkembangannya. Ngajinya. Bacanya. Nulisnya. Hafalannya.
Saya memang tak setiap hari antar-jemput ke sekolah. Sudah ada pengantar yang kami percaya. Latihan mandiri. Tapi saya selalu pantau dari WA. Ke para gurunya. Yang selalu responsif.
Tiga hari pertama MOS, anak lanang masih saya temani. Yang saat itu sedang hamil. Dia ceria, tapi perasa. Mudah sekali keluar air mata. Mungkin karena terlalu saya manja. Saya pikir. Tapi selalu antusias mau sekolah. Mau ketemu bu guru. Ketemu kawan-kawan.
Hari ke empat, dia minta saya tak usah menunggu di sekolah. Dia mau jadi anak mandiri. Baiklah. Saya pasrahkan ke Ibu gurunya. Yang kemudian menjadi guru favorit anak lanang. Bu Is. :)
Ada beberapa hal yang mengejutkan saya. Beberapa yang membuat saya selalu merekomendasikan sekolah ini. Untuk kawan-kawan:
1. Ibu Guru yang disiplin.
Terutama Cikgu Besar atau Kepala Sekolah. Namanya Bu Nanik atau biasa dipanggil Bunda. Yang selalu ditakuti anak-anak. Pun wali muridnya. Bunda yang selalu menegur pakaian anak yang tak rapi, anak yang masih manja atau malas, anak yang tak tertib, dan sebangsanya. Bunda yang tak takut pada wali murid. Khas guru jaman dulu. Siswa hormat dan takut. Wali murid pun nurut. Toh Bunda bertujuan baik. Ini yang saya suka. Bunda ngajar TK A bersama Bu Is. Ngajar anak lanang. Yang tadinya 'kesenggol dikit aja nangis', sekarang tak begitu lagi. Pernah pas awal masuk sekolah, ada upacara bendera. Bu Dewi, komandan upacara, bersuara lantang. Anak lanang tiba-tiba nangis. Sampai rumah saya tanya kenapa tadi nangis. Katanya karena Bu Dewi teriak-teriak kayak marah. Ya Ampun,, saya tertawa. Juga geli. Ternyata salah juga selama ini cara asuh saya. Yang tanpa teriakan itu. Akhirnya saya jelaskan perlahan. Sampai dia paham.
2. Jumlah Siswa.
Setiap kelas hanya 15 anak. Dengan 2 Ibu guru. Duduk melingkar di kursi dan meja kecil. Tak ada yang di luar radar. Semua dapat perhatian.
3. Hafalan Surat Pendek, Hadist, Sholawat, Do'a dan Puji-Pujian.
Ah ini yang saya favoritkan. Mungkin semua TK Islam mengajarkan Hafalan Surat pendek dan Hadist juga, tapi di sini ada Sholawat dan puji-pujian. Seperti yang diajarkan pada maayarakat NU. Di desa saya. Rembang sana. Disiplinnya anak-anak menghafal juga karena 'takut' dimarahin Bunda. Tak apa. Sambil praktek, sambil belajar. Awalnya karena takut Bunda, lama-kelamaan jadi terbiasa. Dan mendarah daging.
4. Outing Class.
Dengan uang SPP minimalis, outing class tak pernah miss. Dan anak-anak sudah tercover semua biayanya. Tanpa tambahan. Tanpa pungutan. Gratis. Hanya wali murid yang harus bayar jika ingin mendampingi.
5. Mengaji dan Membaca.
Ini jadi agenda wajib setiap hari. Demi memenuhi target: lulus harus lancar baca dan ngaji.
6. Sholat setiap Jum'at.
Pembiasaan yang bagus. Anak faham kewajibannya. Sebagai muslim.
7. Ekstrakurikuler.
Drumband setiap hari Jum'at (bergantian dengan jadwal Sholat), berenang di Kodam, Manasik Haji (TK B).
8. Piknik.
Ini wajib di akhir tahun ajaran. Anak dan 1 wali murid sudah tercover. Jadi jika wali murid mau tambah 1 kursi lagi, bisa konfirmasi dan bayar untuk 1 kursi saja.
Tak perlu keluar banyak biaya untuk sekolah bagus. Hanya butuh upaya yang keras untuk cari mutiara terpendam.
13 April 2019
12 April 2019
PAUD dan RA PERWANIDA 02 BANYUMANIK SEMARANG: Sekolah Unggulan Di Bawah Kemenag
Sekolah adalah salah satu fondasi yang mempengaruhi karakter anak. Banyak pertimbangan yang memusingkan. Seperti biaya, para pengajar, jarak, lingkungan, materi, dan sebagainya. Saya pun sudah alami. Hampir satu tahun lalu. Saat anak pertama menjelang usia lima. Saatnya TK. Dia tak ikut PAUD. Bundanya kan pengajar, bisa lah ngajarin ala homeschooling sendiri. Begitu pikir saya. Alhamdulillah lancar. Sosialisasi bisa dengan jalan-jalan dengan Ayah & Bunda. Naik transportasi umum. Biarkan dia berinteraksi. Dengan orang baru. Dengan cara yang dia mau.
Pun dengan materi motorik dan sensorik. Tiap hari harus ada yang dia kerjakan. Dan akhirnya jadi kebiasaan. Sampai sekarang. Sabtu, Minggu dan hari libur adalah waktunya main hp. Dia bisa main hp seharian. Tapi kenyataannya, dia justru bosan. Dia tetap menggambar dan buat prakarya.
Kembali ke pilihan sekolah. Awalnya bingung. Kami ingin sekolah berbasis agama. Dengan kualitas oke. Pun harganya.
Banyak pertimbangan. Banyak survey. Ujungnya tertarik dengan rekomendasi teman senam: RA Perwanida 02 aja! Lulus dari situ pasti pinter ngaji, Sholat dan baca!. Katanya.
Saya berpikir. Bukankah semua sekolah Islam targetnya begitu?
Ternyata saya keliru. Ada beberapa yang menargetkan pintar Sholat dan Ngaji, tapi tak diajarkan Sholawat dan Puji-pujian. Ada pula yang tak mewajibkan bisa baca tulis. Sebagai syarat lulus.
Okelah. Saya berangkat. Survey ke Perwanida 02.
Di sana saya ajak Suami dan anak. Bertemu langsung dengan para pengajar. Pun Kepala Sekolah. Saat itulah saya langsung daftar. Dan bayar.
Saya dan Suami oke. Anak sumringah. Karena banyak mainan.
Saya dan Suami makin sumringah. Ternyata biayanya paling murah dibanding sekolah Islam lain. Dengan kualitas dan target sesuai harapan. Jaraknya memang lebih jauh. Tapi tak apa. Toh cuma 1 km. Masih sekitar perumahan. Masih bisa dijangkau ojek online. Dengan tarif minimal.
Sekolah ini terjangkau karena di bawah naungan Kemenag (Dharma wanita Kemenag). Gedung milik Kemenag. Para pengajar sudah PNS. Jadi kami tak lagi harus bayar uang gedung. Pun iuran untuk gaji guru. Seperti sekolah swasta.
SPP yang dibayarbper bulan pun sudah termasuk outing class, ekstrakurikuler, makan bersama setiap bulan, dan piknik di akhir tahun ajaran. Fantastis!
Pun dengan materi motorik dan sensorik. Tiap hari harus ada yang dia kerjakan. Dan akhirnya jadi kebiasaan. Sampai sekarang. Sabtu, Minggu dan hari libur adalah waktunya main hp. Dia bisa main hp seharian. Tapi kenyataannya, dia justru bosan. Dia tetap menggambar dan buat prakarya.
Kembali ke pilihan sekolah. Awalnya bingung. Kami ingin sekolah berbasis agama. Dengan kualitas oke. Pun harganya.
Banyak pertimbangan. Banyak survey. Ujungnya tertarik dengan rekomendasi teman senam: RA Perwanida 02 aja! Lulus dari situ pasti pinter ngaji, Sholat dan baca!. Katanya.
Saya berpikir. Bukankah semua sekolah Islam targetnya begitu?
Ternyata saya keliru. Ada beberapa yang menargetkan pintar Sholat dan Ngaji, tapi tak diajarkan Sholawat dan Puji-pujian. Ada pula yang tak mewajibkan bisa baca tulis. Sebagai syarat lulus.
Okelah. Saya berangkat. Survey ke Perwanida 02.
Di sana saya ajak Suami dan anak. Bertemu langsung dengan para pengajar. Pun Kepala Sekolah. Saat itulah saya langsung daftar. Dan bayar.
Saya dan Suami oke. Anak sumringah. Karena banyak mainan.
Saya dan Suami makin sumringah. Ternyata biayanya paling murah dibanding sekolah Islam lain. Dengan kualitas dan target sesuai harapan. Jaraknya memang lebih jauh. Tapi tak apa. Toh cuma 1 km. Masih sekitar perumahan. Masih bisa dijangkau ojek online. Dengan tarif minimal.
Sekolah ini terjangkau karena di bawah naungan Kemenag (Dharma wanita Kemenag). Gedung milik Kemenag. Para pengajar sudah PNS. Jadi kami tak lagi harus bayar uang gedung. Pun iuran untuk gaji guru. Seperti sekolah swasta.
SPP yang dibayarbper bulan pun sudah termasuk outing class, ekstrakurikuler, makan bersama setiap bulan, dan piknik di akhir tahun ajaran. Fantastis!
Subscribe to:
Posts (Atom)